Pages

Minggu, 28 November 2010

Jalan hidup Togar

“ Gar!!! Sudah semua kau petik ? Jangan sampai ada yang ketinggalan ya , jadi busuk nanti…”
“Sudah, bang ! Tidak ada yang ketinggalan lagi kok, sudah aku periksa tadi. “
Matahari semakin tinggi. Cahayanya yang hangat semakin lama semakin terang menyinari Brastagi, tapi sinar itu tidak mampu mengalahkan oleh udara dingin yang menjadi ciri khas kota ini. Langit terlihat biru, deru kendaraan semakin ramai. Masyarakat telah sibuk dengan aktivitasnya sehari-hari, begitu juga dengan Togar dan Yayan. Pagi-pagi mereka telah dikebun memetik jeruk-jeruk matang, kemudian menjualnya ke pasar.
Keranjang yang di pundak telah penuh, jeruk-jeruk ranum sudah mereka petik semua. Setelah memasukkan jeruk dari pohon terakhir ke kekeranjang, Mereka melangkah kembali ke rumah.
“Assalammualaikum.”. Togar melangkah masuk ke rumah, diletakkannya keranjang itu di atas meja bersama dengan keranjang-keranjang jeruk lainnya.
“Waalaikumsalam, nak. Capek Gar ? Mana abangmu? Panggil dia sekarang. Biar sama-sama kita makan. Ibu sudah selesai masak.” Jawab Ibu sambil ternyum melihat Togar yang duduk sambil mengelap keringatnya.
“Iya Mak. Tunggu sebentar, biar ku panggil. Tadi kulihat dia ke loteng. Entah ngapain dia kesana.”
Togar bergegas naik tangga dan memanggil abangnya. Sedangkan Ibu, terlihat sibuk menata meja makan. Agar kedua anaknya semakin nyaman menikmati sarapan paginya setelah lelah seusai bekerja.
Sarapan kali ini mereka selingi dengan obralan kecil, sambil tertawa lepas mereka menghabiskan sarapan yang telah di buat emak.. Melupakan sejenak beban hidup yang mereka jalani.
Selesai makan, Yayan mengangkat keranjang jeruk-jeruk dan membedakannya menurut besar kecilnya jeruk itu. Sedangkan Emak terlihat sibuk membereskan bekas sarapan tadi. Togar melangkah gontai keluar rumah, lalu dia duduk di tangga depan.
“Gar, ada apa denganmu? Dari tadi Emak tengok kau melamun saja.”
“Mak.. Boleh aku bertanya ?”
“Bolehla.. Emangnya apa yang ingin kau tanya pada Emak ? Wajahmu serius sekali.” Jawab Emak heran melihat perubahan Togar.
“Kalau misalnya aku merantau bagaimana, Mak ?”
“Apa yang kau pikirkan sehingga tiba-tiba kau ingin merantau ? Apa yang kurang? Selama ini kita bisa bertahan hidup, walau cuma jadi pemetik jeruk. Kita tetap bisa makan, bisa tidur nyenyak di rumah.. “ Emak menatap mata Togar lekat-lekat. Raut wajahnya berubah.
“ Bukan karena itu, Mak. Aku sudah bahagia dengan keadaan kita sekarang. Aku hanya ingin menjadi yang lebih baik. Aku berharap, bila aku merantau aku bisa membagikan ilmu pencak silatku pada orang lain. Aku merasa bahwa aku belum menjadi orang yang mermanfaat, Mak…”
“Bila itu sudah menjadi keputusanmu, emak mau bilang apa. Asal menurut kau itu yang terbaik untukmu, emak akan mendukungmu..”
“Makasih mak, sudah percaya samaku “ Togar tersenyum menatap emaknya.
“Emak akan selalu mendoakanmu. Satu yang emak katakan, kembalilah nak, kapan pun kau siap..” emak menggenggam tangan Togar erat, matanya berkaca-kaca mengatakan itu.
“Togar akan selalu menajdi yang terbaik buat emak dan abang”
“Amin..”. Setelah mengatakan itu emak bangkit, mencium kening Togar, lalu pergi meninggalkan Togar.


…………………………


“Jaga dirimu baik-baik, nak.” Emak mengelus rambut Togar. Pipinya basah oleh air mata yang tidak bisa berhenti.
“Gar, setelah kau berhasil di sana. Jangan lupa kau balik kesini. Jangan lupa dengan kampung halamanmu.” Ujar Yayan. Dia menatap Togar, seakan dia tak ingin Togar untuk pergi.
“Iya mak, bang. Akan ku ingat pesan dari kalian. Aku akan selalu kasih kabar ke kalian.” Sambil tersenyum menatap emak dan abangnya.
Togar melangkahkan kakinya. Perlahan tangannya terlepas dari genggaman emak, air mata emak semakin deras jatuh. Langkah kaki Togar semakin menjauh dari rumah. Dia benar-benar pergi, merantau ke pulau seberang. Emak hanya bisa menatapnya, di peluknya Yayan dengan kuat.

Bersambung …

Kejujuran Hati

Bukan jarang aku teringat
Ketika kita masih terikat
Walau ada mungkin ada pait
Tapi, dilupakan sungguhlah sakit

Aku mencintaimu
Bukan karna ragamu tapi hatimu
Kau beri aku kelabu
Kau jua beri aku candu akan sayangmu

Aku memang tak sempurna
Tapi aku masih punya cinta
Walau mungkin tak sedalam samudra
Tapi setulus-tulusnya jiwa.

Denting waktu tak pernah berhenti
Tinggalkan masa lalu, awali masa kini
Kini aku tinggal sendiri
Bersama hati tersayat yang ditinggal pergi

Aku ingin melupakan
Tapi aku tetap bertahan
Bersama mosaic indah yang kini menjadi pecahan
Tapi tak pernah hilang karena zaman

Kau bilang ingin kembali
Menjalin cerita bersama lagi
Apa masih ada cinta dihati ?
Atau karena ingin mengkasihani

Jika memang ada si dia
Baik tinggalkan diri ini saja
Jika itu buatmu lebih bahagia
Aku rela harus terluka

Aku memang mencintai
Tapi ku tak harus memiliki
Ku ingin cintaku sejati
Tersenyum walau disakiti

Maumu telah jadi mauku
Senyummu adalah senyumku
Walau rasaku tak seluas langit biru
Tapi ku harap engkau tahu

Hatiku tak bisa ingkari
Kenangan dulu masih di hati
Tak akan pernah hilang sampai mati
Walau sakit tapi tetap kunikmati

Sering kau buat goresan
Hingga buat luka di batin
Tapi benci tak pernah tersimpan
Malah cinta yang tak hilang karena zaman

Ku harap cintaku tulus
Bersama sayang yang terus mengalir terus
Walau hati semakin tergerus
Karena tingkah yang menusuk

Selama kakiku terus bergetar
Cintaku takkan pudar
Walau waktu terus bergulir
Dan embun mata turun mengalir

Mungkin kau tak pernah tahu
Dalamnya sayangku padamu
Tapi itu tak apa bagiku
Asalkan kau bahagia selalu

Kini aku tandas
Bagai tertimpa batu cadas
Terdengar dentingan tangis
Bersama asa yang semakin tipis …
 

(c)2009 note pad. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger