Pages

Senin, 25 Agustus 2014

Surat Tak Tersampaikan

Assalammualaikum.

Ini bukan surat yang pertama yang pernah kubuat, bukan juga surat terakhir yang ingin kubuat. Tapi mungkin ini surat yang sangat ingin selalu aku berikan untukmu. Walau hanya berujung pada buku harianku atau dalam blog ini. 
Sebenarnya aku tidak punya cukup alasan yang kuat, karena setengah dari aku menginginkan engkau membaca surat ini, tapi sebagian lagi dari ku sangat takut bila surat ini menjadi beban tersendiri untukmu. Atau mungkin saja, keberadaan surat ini adalah hal yang sangat tidak penting bagimu, sejujurnya itu yang paling kutakutkan.
Aku punya banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padamu. Apa yang terjadi dengan kita sekarang ? Engkau seperti membuat jarak dariku. Aku tidak pernah tahu alasan engkau melakukan ini padaku. Bila engkau membaca ini, aku mohon berikan jawaban segera untukku.
Masih ingat kejadian tahun lalu ? Kita masih sempat jalan-jalan sama teman-teman yang lain, malamnya kita lanjut ke bioskop. Akh, kenangan masa lalu yang sungguh sulit dilupakan, bagiku ya. Itu hal yang kurindukan tahun ini. Dulu engkau masih bisa memperlakukanku seperti teman-teman kita yanglain. Ada apa ? Kenapa berubah ? Apa aku punya salah tersendiri ? Bila engkau membaca ini tolong bantu untuk mejawab ya.
Aku sadari bahwa kita punya cerita masa lalu tersendiri. Jangan bilang itu menjadi alasanmu untuk melakukan hal ini padaku. Maafkan aku, bila memang karena itu mungkin aku sedikit meyesal atas kejadian kita dimasa lalu. 
Maaf, bila aku terus melibatkanmu bila menyangkut soal hatiku. Yang sebenarnya bukan lagi menjadi tanggung jawabmu. Puti merasa staknasi dibatas ini. Seperti pepatah bilang, "lebih baik punya cerita yang akhirnya sedih dibandingkan punya satu cerita yang tidak tahu akhirnya yang mana".
Sampai saat ini aku sendiri tidak mengerti apa mau diri ini. Apa aku terlalu egois ? Untuk terus mecoba menahanmu tetap disini, sedangkan sayapmu terlalu lebar untuk tidak direntangkan. Lagi pula, maaf, kamu seperti belum pernah memberikan akhir untukku. Maksudku, menyuruhku untuk berhenti, yaa  kamu belum pernah meyuruhku untuk berhenti. Kamu masih ingat saat perpisahan sekolah kita dulu, saat kamu tidak pernah mau foto denganku ? Lalu kamu bilang, tenang saja , karena kamu bilang bahwa kita masih punya waktu yang panjang. Apa maksud "kita" disini ?
Sejujurnya, kamu memang masih istimewa buatku. Masih dalam ilusi sadar dan bawah sadarku. Masih ada kamu disetiap hariku, tapi hanya terhenti dalam bayang-bayangmu saja. Rasa ini terasa seperi membunuhku.
Puti pengen mengakhirinya baik-baik. Agar puti juga bisa pergi dengan baik-baik, dan doa yang puti berikan untukmu juga akan terasa lebih tulus lagi. Setidaknya ini berakhir, itu saja, walaupun Sad Ending. Tapi aku bakalan tahu mau melanjutkan hidup kemana, dan mau meletakan hati ini kemana.
Hanya saja aku takut untuk harus jujur  bahwa hati ini masih saja memilih kamu. Tapi kenyataan yang ada bahwa aku sudah menjadi bagian masa lalumu. Rasa takut akan sebuah "sejarah", konotasi untuk sesuatu dimasa lalu, yang hanya bisa dikenang.
Awal pertama cerita kita, hingga jatuh bangun perjalanan kita adalah hal yang paling menyakitkan untuk menjadikannya sejarah, yang hanya bisa direkam, lalu hanya dimainkan ulang dikepala, yang akhir ceritanya hanyalah sebuah tangisan kangen.
Maka seperti kata Dee, aku juga benci untuk menjadi Sie. Dokumentasi untuk perjalanan kita. Yang artinya, hanya aku yang tersiksa, membiarkan potongan-potongan waktu kita terekam jelas tanpa cela. Sedang dirimu? sibuk membuat perjalanan baru.
Maka bantu aku untuk bisa memainkan peranku, dan jangan pernah menjauh lagi. Biarkan aku memainkan peran sebagai "mantan" yang bisa menjadi teman yang baik saja, bukan "teman baik". Anggap saja untuk membayar jerih payah aku untuk sandiwara tawaku. Bisa engkau akui bahwa aku sangat lihai untuk tetap terlihat bahagia dengan merelakan apa yang disayang harus pergi dan tidak bisa dimiliki.
Biarkan aku menikmati tawamu lagi. Tolong, berpura-puralah bodoh ketika aku tidak bisa memaikan peranku seperti biasanya, mungkin saja aku lelah. Tetapi percayalah, bahwa aku akan memainkannya lebih baik lagi, jadi jangan pernah pergi menjauh. Anggap saja aku seperti teman-temanmu yang lain.
Surat ini tidak akan pernah engkau terima secara langsung, dan tidak akan pernah aku berikan secara langsung untukmu. Tapi, andai saja engkau membaca ini, kalau boleh kamu bantu aku untuk mengakhiri ini saja, mungkin awal-awalnya aku akan bersndiwara tapi bila engkau terus membantu aku maka semoga aku bisa benar-benar merelakanmmu, bukan melupakanmu.
Kamu adalah orang yang tidak pernah bisa aku mengerti. Surat ini tidak akan tersampaikan, mungkin aku hanya ingin berdialog dengan hatiku sendiri, bernegosiasi dengan jiwaku, tentang kamu yaa masih tentang kamu...



Jumat, 11 Juli 2014

Patologi Sakit Hati



“Sakitnya itu disini.”, sambil memegang dada sebelah kirinya. Begitulah ungkapan orang sekarang kalau sedang merasa disakiti. Dan mungkin ini sedang berlaku untukku.
            Manusia terkadang harus menjadi kambing hitam untuk sebuah kepedihan. Mengatasnamakan perilaku yang jelek, membuat manusia terkadang harus bersalah atas dirinya. Padahal mungkin saja, kesakitan itu akibat ulahnya sendiri. Dirinya saja yang kurang pandai memanajemen diri. Hingga akhirnya hatinya sendiri yang terluka.
            Ungkapan bahwa “Tuhan saja  Maha Pemaaf”seakaan terus menyiksaku. Bahwa aku sudah berusaha untuk melebarkan ruang tingkap pengertian untuk manusia itu seakan seperti tidak cukup untuk melawan ingin hati ini.. Namun, sungguh rasa sakit itu masih tetap terasa. Sedangkan ketakutanku adalah  bagaimana jika semuanya berakhir dengan sebuah kebencian.
            Satu hal yang pasti bahwa aku sampai saat ini masih berstatus manusia biasa, yang punya banyak keterbatasan. Suatu acara di televisi berkata seperti ini, “apa kesabaran itu tidak ada batasnya ? Ya, hanya saja manusia yang punya batas kemampuan untuk bersabar”. Sangat mengena bagi diriku. Namun aku bertanya, apakah aku sudah berusaha untuk bersabar terhadap manusia satu ini ? Apa kesabaranku sudah sampai pada batas kemampuan sabarku ? Atau akunya saja yang tidak mampu memaafkan orang lain ? Atau sebenarnya ini semua adalah murni keselahanku yang secara tidak langsung aku mengkambinghitamkan manusia lain?
            Hati gelisah tiap saat mengingat dia. Seakan aku ingin menjauh darinya, benar-benar menjauh untuk waktu yang lama. Aku sadar mungkin aku sedang kalut. Proses perubahan dari yang dulunya menyayangi dan menghargainya hingga sekarang hampir masuk kedalam pintu gerbang kebencian. Aku akan sangat membenci diriku bila kusadari bahwa aku membenci spesies yang masih sama sepertiku, manusia.
            Akhirnya yang ada hanyalah mulut yang membisu. Tidak adalagi sapa senyum yang tulus seperti yang dulu sering kuberikan untuknya. Tidak adalagi canda tawa yang dulu sering dilakukan bersama-sama. Maka tinggalah jiwaku yang bersedih, badanku yang menangis dan hatiku yang tersakiti. Hal yang baru kusadari bahwa membencinya adalah sebuah kesakitan tersendiri untukku. Namun berusaha untuk lebih melapangkan hati untuknya juga semakin membuat hatiku pedih.
            Maka aku hanya ingin sendiri dulu, melihat wajahnya saja sudah membuat aku teriris konom lagi harus berbicara. Mungkin posisiku disini sedikit tidak menguntungkanku. Dimana dia sebagai atasanku, yang seharusnya aku mampu membantu dia kapanpun dia butuhkan. Namun melihat kondisiku seperti ini. Oh Tuhan, ini benar-benar saat yang sulit untukku.
            Berawal dari teman biasa, akhirnya menjadi teman satu kelompok diskusi, jumlah kami banyak. Tapi aku berada dalam satu tugas dengan dirinya. Sehingga kami mungkin sedikit lebih sering bersama. Awal mungkin semua masih memahami sifatnya, dan aku sebagai patner kerjanya berusaha memandang positif dirinya.
            Secara sadar sebagian dari kami sudah mulai risih dengan sifatnya. Yaa, setiap orang punya pandangan masing-masing terhadap orang lain. Maka aku mencoba membujuk hati mereka untuk tetap menerimanya. Tapi, tidak akan ada api kalau tidak ada asapnya. Maka perpecahan mulai terlihat. Pemberontakkan atas sifat-sifatnya mulai terang-terangan dibantah.
    

            Keadaan ini membuatku sulit. Situasi ini seperti memaksa aku untuk memlih, antara dia sebagai atasanku dan temanku, atau mereka yang konotasinya juga merupakan teman bagiku. Sifatnya yang selalu membuat diriku tidak bias apa-apa, semakin lama membuatku menyerah juga.
            Hal ini terus berlangsung. Keadaan semakin parah. Hingga akhirnya aku jatuh dalam batas kemampuan pengertianku. Antara lelah terus mencoba mengerti atau memang sudah tidak ingin lagi mngerti dia. Dia selalu terasa harus selalu sempurna, tanpa mengerti batas kemampuanku, atau pekerjaanku yang selalu dianggap tidak ada membuatku benar-benar ingin berhenti.
            Maka, hal apa yang harus kulakukan untuknya ? Mungkin rasa kecewa telah menghapus segalanya, pengertianku, usahaku untuknya.
           


         

Kamis, 03 Juli 2014

Gen Sepuluh

Tertambahlah jumlah keluarga sekarang.
Inilah kami, para Pejuang Kalam, mencoba menarikan Tarian Kalam untuk bisa memperbaiki dunia.

Mungkin yang tertulis hanyalah kurun waktu setahun yang akan datang. Tapi hati ini telah terpaut, mencoba merangkaikan sebuah lingkaran yang tidak akan pernah ada akhirnya. 

Mempersatukan semua prinsip, mempersatukan semua pikiran. Sehingga semua perbedaan sudah menjadi alasan untuk tetap bersama. Berbagai karakter, hidup bersama, maka yang ada hanyalah sebuah saling harga-menghargai. Maka semua akan saling hormat-menghormati.

Penerbangan 2,5 Jam

Sekitar bulan Februari yang lalu.
Dewata memberi tempat untuk berpijak. Dewata menginzinkan untuk menikmati keindahannya. Walau judulnya berkompetisi, tapi isinya liburan. Walau belum menang, yang penting pengalaman juga pemandangan. 

Pantai selalu memberikan nuansa tersendiri. Tidak pernah punya alasan untuk membenci ruih ombak. Bersahut-sahutan, tak pernah berhenti menyapa. Sesering apapun kita menggores luka pada pasirnya, selalu ada buih yang menghapusnya. Seakaan seperti takdir alam, bahwa setiap masalah pasti akan berakhir, akan terhapus, akan selesai.

Semakin banyak langkah kaki berjalan, semakin banyak mata melihat, semakin sering mulut bersyukur. Bahwa sungguh luar biasa Kuasa Mu, Allah SWT. Semakin terasa nikmat yang Engkau berikan, semakin cinta ini mendalam


Taman Garuda Wisnu Kencana
Tidak ada kata lain selain, Memuji-Mu, Subhanallah. Berawal dari bukit, diukir jadi cantik. sebuah perlambangan garuda, bahwa dialah kendaraan Wisnu dulu. Karena Dewata masih terkenal dengan sejarahnya.

Maka, terima kasih Dewata, atas pelajaran-pelajaran baru yang telah disiapkan pada setiap langkah kaki berpijak ditanahmu.

Mencintai Indonesia cantik, karena Mencintai Allah.

Kamis, 03 April 2014

Jangan Pisahkan Kita

assalammualaikum. 
Sejak hari ini aku semakin sadar bahwa bersamamu adalah memang pilihanku. Bahwa bersamamu adalh sulit untuk duniaku. Tapi sebagian besar dariku menyuruhku agar tetap terus bersamamu. Apakah memang terlalu rumit perbedaan diantara kita ? sehingga selalu ada kata 'kami' diantara aku, kau dan mereka semua. 
Kalau dibilang berat, ini adalah sungguh berat. Antara mereka dan kau bagiku bukan sebuah pilihan. Karena kau dan mereka sudah harga mati untukku, harus ada di kehidupanku. Sungguh aku mohon, jangan biarkan aku memilih antara itu. 
Maafkan aku .... 
Mungkin sebagian dariku tidak bisa menerima bahwa aku dan dia berbeda. Dan mungkin bagi kalian perbedaan itu terlalu jauh dan memang tak bisa disatukan. Sedangkan hatiku tidak pernah membaca ada kata perbedaan diantara kita semua. 
 Bukankah kita menghirup udara yang sama ? Dengan kadar oksigen yang sama pula kan ? Tanah yang kita pijak sama hitamnya, bahkan rumput yang tumbuh disana juga sama.
Salah aku menyingkirkan perbedaan itu semua ? Selama diantara kita semua masih ada asas saling menghargai, sulit bagiku untuk berpisah dengan siapapun disini..

What would I do without your smart mouth
Drawing me in, and you kicking me out
Got my head spinning, no kidding, I can't pin you down
What's going on in that beautiful mind
I'm on your magical mystery ride
And I'm so dizzy, don't know what hit me, but I'll be alright

How many times do I have to tell you
Even when you're crying you're beautiful too
The world is beating you down, I'm around through every mood
You're my downfall, you're my muse
My worst distraction, my rhythm and blues
I can't stop singing, it's ringing in my head for you

Cards on the table, we're both showing hearts
Risking it all, though it's hard

Cause all of me
Loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections
Give your all to me
I'll give my all to you
You're my end and my beginning
Even when I lose I'm winning
Cause I give you all of me
And you give me all of you
I give you all of me
And you give me all of you
when you love me I love you to forever

Setidaknya inilah kata yang ingin aku ucapkan untuk kalian. Bahwa aku mencintai kalian dengan seluruhnya aku. Aku mencintai segala kesempurnaan dalam ketidaksempurnaan kalian. Bahkan ketika dunia sudah menjantuhkan kalian, aku akan selalu ada, pasti ada untuk kalian, hanya untuk kalian...


untuk kalian,
para sahabatku, para manusia-manusia pentingku...

Kamis, 06 Maret 2014

Jumat, 7 Maret 2014, 13.00

Apakah kesendirian adalah kesakitan ?
Apakah kesepian adalah kesakitan ?
Apakah kesunyian adalah kesakitan ?
Jika memang bukan, namun kenapa hati ini terasa pedih. Maka sejatinya hanyalah air matalah yang mampu menjawab.
Mengingkari semuanya. mencoba berdiri tegak menantang semuanya. Namun ketika semua pergi, bulir bening itu yang meyakinkanku bahwa semua memang terasa sakit.
lidah terlalu kelu untuk memohon agar semuanya tetap disini. Terlalu malu untuk memohon untuk jagan diam, untuk jangan pergi. 


Rabu, 22 Januari 2014

Bumi Beratap Langit

Aku sudah semakin jauh berjalan dalam lorong waktuku. Bertemu dengan beragam wajah, beragam tingkah, dan beragam sifat. Menikmati setiap detik yang kujalani. Mengambil setiap keeping-keping cinta yang berhasil kukumpulkan di waktu laluku. Karena aku yakin selalu ada cinta disetiap waktu kita.
 Hanya saja kita terlalu takut dengan “benda tak berwujud” itu namun sungguh hebat bila dirasakan. Rasanya terlalu tabu untuk menyentuhnya. Layaknya peninggalan prasejarah, yang cukuplah diletakkan dalam etalase kaca. Dia hanya perlu dipandang, tidak boleh untuk dipegang, bahkan mungkin dimiliki.
 Benda biru ini bulat, tak pernah kita tahu dimana titik ujungnya. Apakah itu di Kutub Utara atau di Kutub Selatan ? aku saja tak pernah menginjakkan kaki disana.
 Beribu macam spesies yang hidup di dunia ini. Semuanya hidup, menggunakan udara yang sama untuk bernafas,menggunkan tanah yang sama untuk di injak. Namun kenapa kita meyekat diri kita sendiri ?. Seorang bapak tua, aku lupa namanya, dia tidak pernah mandi selama 60 tahun, pernah berkata “aku bisa tinggal dimana saja, di gua, di pohon, di gurun. Karena bumi adalah rumahku dan langit adalah atapku”. Tak pernah ada sekat di hidupnya karena memang dia tidak pernah membuat sekat itu. Sedang kita ? sibuk membuat pagar-pagar yang terlalu tinggi. Seakan-akan dibalik pagar itu adalah dunia milik kita sendiri, yag orang tidak boleh ikut campur tangan, bahkan tidak boleh hanya sekedar melihat saja. Atau sampai ada yang membuat papan lalu digantung diantara tiang-tiang pagarnya “Jangan parkir didepan pintu !” atau “Awas anjing galak !”. betapa semakin menyeramkan bangunan dibalik pagar itu. Masih banyak bentuk-bentuk lain keegoisan kita pada bumi ini. Banyak tawa yang seharusnya bisa kita bagi. Karena cinta memang untuk dinikmati bersama. Bukan hanya berlaku pada sepasang cucu adam dan cucu hawa yang didasari pada sebuah hubungan dengan ikatan kepercayaan pada suatu perasaan yang mutual, yang menurut mereka bahwa takdir mereka adalah bersama. Kenikmatan yang sering mereka sebut dengan Dunia Ini Hanya Milik Kita Berdua. Mungkin kalau lah bisa bumi ini dipagar,maka akan segera bertengger papan-papan lain. Aku bukan ingin terlalu memuja Dewa Amor, hanya saja kenyataan di bumi ini membuat semua terasa sangat sempit. Bahwa sekarang kita merasa memang perlu membuat batas-batas itu. Batas-batas yang terlalu meisahkan kita, memisahkan aku dengan makhluk lain yang masih bernama manusia. Bahwa kita hanya boleh berinteraksi dengan sesama “kita”. Kita yang didalamnya di asaskan hanya pada sebuah persamaan dan membuang segala bentuk perbedaan yang ada. Perlahan-perlahan batas itu semakin tegas, semakin terpisah , tidak ada kita lagi, yang ada hanya sebuah Kami, sebuah kata lain bahwa tidak semua manusia bumi adalah kami. Aku yang terlalu baik untuk masuk dalam lingkaran kami. Aku yang tidak bisa untuk nurut pada semua peraturan. Aku punya takdir untuk manusia lain. Aku masih ingin bertemu dengan bentuk lain dari aku. Bukan hanya pada sebuah lingkarann tertutup diantara Kami. Terlau banyak toleransi yang tidak perlu kita buang. Terlalu banyak tawa yang seharusnya ditakdirkan untuk terlepas. Namun kita yang terlalu keras kepala untuk menggagalkannya. Kita buat batas-batas yang terlalu tinggi. Padahal tebing saja punya jembatan untuk tetap terhubung. Langit yang begitu tingginya masih mau menyapa bumi lewat hujannya. Ketika masih ada asas harga-menghargai maka sejatinya adalah omong kosong bila kita tetap berdiri dalam sekat itu. Bahwa fitrah manusia adalah hidup bersama dalam berbagai perbedaan. Bahwa agama adalah tetap agama. Tapi ketika hubungan hormat-menghormati masih berjalan, alangkah baiknya pintu itu kita buka. Sebuah bentuk kepercayaanku bahwa kita semua adalah saudara, tanpa perduli siapa Tuhan kita. Aku tetap dengan Tuhanku, ketika makhluk diluar aku yang lain masih menghormati Tuhanku. Maka aku tidak punya alasan lain untuk tidak meghormati kepercayaan mereka. Karena semuanya adalah diferensial dari sebuah rasa cinta. Kenikmatan yang bukan hanya milik sendiri. Semuanya berintegarasi dalam bumi ini. Membuat semuanya berotasi pada tempatnya.
 

(c)2009 note pad. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger